Friday 21 January 2011

Masalah Bid'ah

Apakah seperti anggapan kita salami ini Bahwa bid’ah itu semuanya tidak baik?

Hal tersebut insya allah akan kami bahas dalam artikel ini

Kata Bid'ah dal Al-Qur'an yaitu :

Badi'ussama watiwal ardhi ..
"Allah Pencipta langit dan bumi"(Qs.2:117, 6:101)

Katakanlah "Aku bukanlah rasul yang pertama/baru diantara rasul-
rasul (Qs.Al Ahqaaf (46):9)
Dan mereka mengada-adakan Rahbaniyah (Qs. Alhadid (57):27)
Bid'ah secara bahasa berdasarkan beberapa ayat tersebut adalah :
Sesuatu yang baru/mengada-adakan/ciptaan/pertama.
Bid'ah menurut istilah :
Menurut hadits riwayat Ibnu majah yang artinya:
Aku mendengar "Iryadh bin Sariah berkata: pada suatu hari Rasulullah
s.a.w hadir dihadapan kami, kemudian memberi nasihat kepada kami
dengan nasihat yang pasih yang menggetarkan qalbu kami dan membuat
kami mengis. Lalu dikatakan kepada beliau: "Engkau telah menasehati
kami dengan nasihat yang membekas maka buatlah sebuah janji untuk
kami". Rasulullah s.a.w bersabda : hendaklah kalian bertaqwa kepada
Allah dan mendengarkan serta mentaati meskipun seorang hamba orang
habsyi. Dan kalian akan melihat setelahku perbedaan pendapat yang
tajam. Maka hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan
sunnah khulafa'ur rasyidun yang mendapat petunjuk. Gigitlah ia
dengan gigi geraham, dan hati-hatilah kamu terhadap perintah/perkara-
perkara yang baru. Maka sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat (H.R
Ibnu Majah)
Berdasarkan hadits tersebut pembagian bid'ah menjadi : Bid'ah
hasanah dan bid'ah sayyiah/sesat.
Pada hadits tersebut Rasulullah s.a.w sudah mengetahui bahwa akan
ada perselisihan yang tajam. Beliau mengajarkan bagaimana cara
menyikapi perselisihan tersebut yaitu :
1. Memegang teguh sunnah Rasulullah s.a.w dan
2. Memegang teguh sunnah khulafa'ur rasyidun
3. Menjauhi bid'ah
Seakan terjadi kontradiksi makna ketika para khulafa'ur rasyidun
melakukan bid'ah. Contoh ketika saidina Umar mengusulkan kepada
saidina Abu bakar pengumpulan Al-qur'an, pada mulaya saisina Abu
bakar tidak setuju dan berkata "sesungguhnya ini adalah perbuatan
Bid'ah).contoh lain ketika saidina Umar memerintahkan para sahabat
untuk shalat malam ramadhan berjamaah yang tidak dilakukan
Rasulullah s.a.w, saidina Umar mengatakan "ini sebaik-baik bid'ah)

Beranikah kita mengatakan Saidina Abu Bakar dan Umar sesat, masuk
neraka dan keluar dari Islam? Karena mereka telah melakukan bid'ah.
Padahal meraka adalah orang-orang yang telah dijamin masuk surga
karena ketinggian keimanannya.
Hadits 2:
Dari Huzaifah berkata : rasulullah s.a.w bersabda,"Allah tidak
menerima dari pelaku bid'ah baik puasanya, shalatnya, hajjinya,
umrahnya, jihadnya, tasharrufnya bahkan keadilannya. Dia keluar dari
islam sebagaimana rambut keluar dari pasta (HR Ibnu Majah)
Hadits 3 :
Dari Aisyah r.a berkata : Rasulullah s.a.w bersabda,"barang siapa
yang berbicara tentang sesuatu yang tidak ada perintahnya dari kami
maka dia tertolak (HR Bukhari)
Hadits 4 :
Aku mendengar Aisyah berkata : Rasulullah s.a.w bersabda, "barang
siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari
kami maka dia tertolak (HR Bukhari)
Jika kita mengkombinasikan hadits diatas maka akan tercipta
pengertian bid'ah yang sesuai dengan pendapat beberapa ulama
terkemuka :
Ibnu Taimiyah :
Suatu ajaran yang tidak disyariatkan oleh Allah dan RasulNya, tidak
ada perintah baik berbentuk kandungan wajib atau sunnah.
Adapun bila ada anjurannya, baik berbentuk wajib atau sunnah dengan
di dukung dalil-dalil syar'I terhadap anjuran tersebut, maka hal itu
bagian dari agama meskipun terdapat perselisihan diantara alim
ulama dalam sebagian masalah.
Asy Syatibi :
Cara yang diada-adakan dalam masalah agama yang berlawanan dengan
syariat, dengan tujuan membuat aturan dan berlebihan dalam
beribadah kepada Allah.
Ibnu Rajab :
Suatu yang diad-adakan dalam agama yang tidak ada dasarnya dalam
syariat,

Maka segala sesuatu yang ada dasarnya dari syariat bukanlah sesuatu
yang bid'ah, meskipun secara bahasa bisa di sebut bid'ah.

Kesimpulan keriteria bid'ah adalah :
1. Baru
2. Masalah agama
3. Bertentangan dengan Syari'at

Mari kita kaji ulang beberapa isu yang dianggap bid'ah dengan alat
ukur ketiga keriteria tersebut :
1. Suara dalam zikir : bukan hal baru, masalah agama, tidak
bertentangan dengan syariat. Kesimpulah Bukan Bid'ah
2. Tahlilan : hal baru, masalah agama, tidak bertentangan
dengan syariat. Kesimpulan bukan Bid'ah

Ada tiga norma untuk menentukan, apakah perkara baru dalam urusan agama itu disebut bid’ah atau tidak:
1)jika perkara baru itu didukung oleh sebagian besar syari’at dan sumbernya, maka perkara tersebut bukan merupakan bid’ah, akan tetapi jika tidak didukung sama sekali dari segala sudut, maka perkara tersebut batil dan sesat.
2) diukur dengan kaidah-kaidah yang digunakan para imam dan generasi salaf yang telah mempraktikkan ajaran sunnah. Jika perkara baru tersebut bertentangan dengan perbuatan para ulama, maka dikategorikan sebagai bid’ah. Jika para ulama masih berselisih pendapat mengenai mana yang dianggap ajaran ushul (inti) dan mana yang furu’ (cabang), maka harus dikembalikan pada ajaran ushul dan dalil yang mendukungnya.
3) setiap perbuatan ditakar dengan timbangan hukum. Adapun rincian hukum dalam syara’ ada enam, yakni wajib, sunah, haram, makruh, khilaful aula, dan mubah. Setiap hal yang termasuk dalam salah satu hukum itu, berarti bias diidentifikasi dengan status hukum tersebut. Tetapi, jika tidak demikian, maka hal itu bisa dianggap bid’ah.

Praktik Bid'ah Hasanah para Sahabat Setelah Rasulullah Wafat
Para sahabat sering melakukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam bid'ah hasanah atau perbuatan baru yang terpuji yang sesuai dengan cakupan sabda Rasulullah SAW:
مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا
Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)
Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:
a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini".
Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan:
"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid'ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam".
b. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.
Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).
Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagai¬mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.
c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-¬nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.

Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina Utsman ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh sahabat sebagai orang yang berbuat bid'ah dan sesat? Apakah para sahabat yang menyetu¬juinya juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?

Di antara contoh bid'ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud berjamaah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain. Semua perbuatan itu bisa dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dilarang oleh agama. Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik seperti mengingat Allah dan hal-hal mubah.

Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah adalah sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima pembukuan Al-Qur'an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sahabat tersebut sebagai orang-¬orang yang berbuat bid'ah dan sesat.

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | free samples without surveys